Kamis, 06 Desember 2012

Esai sastra


ESAI SASTRA
*Oleh Herlina Apriyanti
A.Unsur Ekstrinsik












1.Judul                                                : Saman
2.Nama pengarang                  : Ayu Utami
3.Biografi
Yustina Ayu Utami lahir di Bogor, Jawa Barat tahun 1968. Novel pertamanya ini merebut perhatian pembaca dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri yaitu pemenang pertama dalam sayembara oleh Dewan Kesenian Jakarta, 1998 serta penghargaan The Prince Claus Prize di tahun 2000 dari negeri Belanda. Apa yang menjadi warna baru dalam dunia sastra Indonesia oleh karya Ayu Utami ini mendobrak ketabuan dalam norma penulisan, salah satunya adalah kata-kata seperti orgasme, masturbasi, organ kelamin, dan kondom disebutkan berkali-kali. Ayu Utami menyelesaikan S1-nya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Anak bungsu dari 5 bersaudara ini memilih menjadi penulis. Ia juga sebelumnya berkarir di dunia jurnalistik (sampai sekarang?). Media tempat ia berkarir antara lain Majalah Forum Keadilan, MATRA, KALAM dan salah satu pendiri Aliansi Jurnalistik Independen (AJI). Ayu Utami merupakan salah satu pengarang wanita yang dinobatkan sebagai pemenang pertama dalam Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta.
4. Waktu Penciptaan
            Kemunculan novel Saman menjelang saat-saat jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998, buku ini juga merupakan karya pertama dari Ayu Utami yang diikutsertakan dalam lomba sayembara novel yang diadakan dewan kesenian Jakarta.        
5. Sejarah Terciptanya
            Novel ini sempat menghebohkan dunia sastra Indonesia karena isinya yang dianggap kontroversial, mendobrak berbagai tabu di Indonesia baik mengenai represi politik, intoleransi beragama, dan seksualitas perempuan. Ada pihak-pihak yang mengkritik novel tersebut karena dianggap terlalu berani dan panas dalam membicarakan persoalan seks. Banyak pula yang memujinya karena penggambaran novel tersebut apa adanya, polos, tanpa kepura-puraan.
Di tengah kontroversi itu, Saman berhasil mendapat penghargaan Dewan Kesenian Jakarta 1998. Ketika pertama kali terbit, Saman dibayangkan sebagai fragmen dari novel pertama Ayu Utami yang akan berjudul Laila Tak Mampir di New York. Pada tahun 2000, novel Saman mendapatkan penghargaan bergengsi dari negeri Belanda yaitu Penghargaan Prince Clause Award. Suatu penghargaan yang diberikan kepada orang-orang dari dunia ketiga yang berprestasi dalam bidang kebudayaan dan pembangunan. Novel tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dengan judul Samans Missie, yang diluncurkan di Amsterdam pada 9 April 2001 dan dihadiri sendiri oleh Ayu Utami.
6. Sinopsis
            Dalam penceritaannya, novel ini awalnya menggambarkan tentang konflik atau pertikaian yang terjadi pada suatu keadaan di pertambangan minyak bumi antara Rosano yang menjadi kepala pengeboran dan Sihar yang tentu menjadi bawahannya. Sihar membeci Rosano karena kesok tahuan akan hal yang berujung dengan kecelakaan dalam bekerja dan meminta korban nyawa. Sedangkan tokoh utama dalam novel ini adalah Saman. Saman sendiri di gambarkan dalam pencertiaannya sebagai orang yang sangat religius, pekerja keras dan lebih mementingkan kepentingan bersama. Dalam novel ini kiranya banyak juga mengupas tentang hubungan badan di antara tokoh-tokohnya. Ada hal yang membuat laila ingi pergi bersama sihar ke New york. Yah, di sana karena adat budayanya sedikit berbeda dengan budaya indonesia di mana hubungan badan bila ke dua orang saling suka maka dalam tanda kutip bebas melakukannya tanpa menikah terlebih dahulu.”Barang kali saya sudah letih dengan segala yang menghalangi hubungan kami di indonesia. Capek dengan nilai-nilai yang kadang menjadi teror. Saya ingin pergi dari itu semua, dan memberikan hal-hal yang kami inginkan terjadi. Mendobrak yang selama ini menyekat hubungan saya dengan sihar. Barangkali.” (Hal. 29), Dan dengan menggebu-gebunya, serasa laila ingin sekali bercinta dengan sihar.
Tapi dalam pertengahan ceritanya.
Novel ini akan mengupas tentang bagai mana penindasan orang yang lebih tinggi derajatnya dalam ukuran uang terhadap kaum yang di anggap orang bawahan. Dalam hal inilah tokoh Athanasius Wisanggeni yang tak lain adalah Saman muncul sebagai orang yang membela hak-hak orang yang tertindas. Saman sendiri adalah orang yang menggerakan mata masyarakat akan perlunya sebuah keadilan yang harus di tegakan, walau bagai mana derajat orang itu kalau memang salah, ya harus di hukum. Saman sendiri adalah mantan seorang pastor yang sekarang berubah karena hawa nafsu manusia yang ada di tubuhnya kembali tumbuh. Novel karya Ayu Utami ini kental sekali dengan hubungan seks bebas dengan banyaknya penggunaan kata-kata cukup mencengangkan dalam telinga penulis. Seakan ingin menampilkan hal-hal yang sarat akan hubungan badan antara manusia. Seperti yang penulis kutip berikut ini “Dan aku menamai keduanya puting karena merupakan ujung busung dadamu. Dan aku menamainya kelentit karena serupa kontol yang kecil”.(hal. 198). Inilah yang membuat penulis tercengang, mengapa tulisan ini bisa tercantumkan di dalam sebuah novel. Mungkin inilah salah satu daya tarik pengarang dalam menyajikan sebuah karya agar para pembacanya lebih tertarik untuk membacanya. Dan Ayu Utami secara tidak langsung mungkin ingin menjelaskan bahwa seks yang bisa merusak masa depan dan nama baik keluarga, Seperti tokoh Cok “Akhirnya sepucuk surat datang dari Cok, begini kutipannya: Tala yang baik… Mama dan papah menemukan kondom dalam tasku.. aku Cuma tulis surat ini kepada mu. Soalnya, yasmin dan laila bakal shock mendengar ini. Jangan-jangan nanti mereka tidak mau kenal lagi dengan aku”… Lebih dari itu penulis nampaknya kurang paham dengan keadaan saman sendiri. Kita bisa melihat bagai mana kalimat yang ada di awal novel merupakan awal yang membingungkan karena kemana pengarang akan membawa cerita ini. Tapi memang tutur bahasa dalam awal novel ini cukup menarik, “Di taman ini, saya adalah seekor burung. Terbang beribu-ribu mil dari sebuah negeri yang tak mengenal musim, berimigrasi mencari semi, tempat harum rumput bisa tercium, juga pohon-pohon yang tak pernah kita tahu namanya, atau umurnya”(Hal. 1). Selebih itu sekiranya pengarang menggunakan bahasa yang sangat terbuka yang seperti tadi saya kutip di atas. Disini juga pengarang menceritakannya lengkap dengan tanggal sebagai waktu yang di gunakan sebagai suatu kejadian. Dan pada akhir novel ini terdapat kegiatan surat menyurat antara Saman dengan Yasmin karena jarak yang memisahkan mereka berdua. Antara New York dan jakarta. Dan lengkap pula dengan penanggalan waktunya.
B.Unsur Intrinsik
1.Tema                        :Pemberontakan
2.Tokoh                      
a)      Tokoh protagonis        : Saman, karena Saman sangat memperhatikan rakyat kecil
b)      Tokoh Antagonis        : Rosano, karena Rosano merupakan tokoh yang menyebabkan
c)      Tritagonis                    :Shakuntala, karena Shakuntala merupakan teman Laila yang membuka apartemenya untuk teman-temanya yang sedang ke Amerika.
Tokoh yang lainya itu ada, Laila, Sihar, Yasmin, Cok dan yang lainya.
3.Perwatakan
Pengarang tidak secara langsung menggambarkan watak tokoh-tokohnya. Sehingga dalam membaca novel ini para pembaca harusmemahami karakter tokoh-tokohnya melalui keadaan sang tokoh, jalan pikiransang tokoh dan lain-lain. Berikut merupakan watak-watak beberapa tokoh antaralain.
a)      Saman : baik, pemikir, seorang yang berkepala dingin, lebih mementingkanorang lain, terkadang sulit untuk menjauhi hawa nafsu, memperhatikan sekitarnya, dan ramah.
b)      Laila : baik, rela berkorban demi cinta, setia, rendah hati, suka berkhayal.
c)       Sihar : baik, setia kawan, tegas terhadap apapun kecuali cinta, pintar, tidak tahan godaan dan berwibawa.
d)      Rosano : egois, tidak bisa mendengarkan nasihat orang lain.
e)      Yasmin : pintar, cantik, baik, suka berselingkuh.
f)       Cok : baik, jujur, apa adanya, senang berfoya-foya.

4.Alur Cerita
            Pengarang menggunakan alur gabungan yang diawalidengan maju kemudian mundur kembali ke masa lalu, lalu maju lagi ke masadepan dan mundur lagi ke cerita masa lalu kemudian maju lagi ke masa depanDan novel ini memiliki komposisi cerita yang bagus.

5. Latar
Pengarang mengambil latar pada abad ke-20 saat-saat akhir orde baru, dan Saman ini juga mengambil tewmpat di Indonesia yang pemerintahannyadikepalai oleh Presiden Soeharto. Suasana dan peristiwa-peritiwa yangdiberikan dalam novel ini sama dan menyerupai keadaan pada masa yang sesungguhnya.

6.Sudut  Pandang
                Pengarang  menggunakan gaya aku tetapi akunya bukanaku si pengarang tetapi akunya si tokoh. Sehingga pengarang tidak memegangperanan yang penting dalam novel ini.

           



           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar