ESAI SASTRA
*Oleh Herlina
Apriyanti
A.Unsur Ekstrinsik
1.Judul : Saman
2.Nama
pengarang : Ayu Utami
3.Biografi
Yustina Ayu Utami lahir di Bogor, Jawa Barat tahun
1968. Novel pertamanya ini merebut perhatian pembaca dari dalam dan luar
negeri. Dari dalam negeri yaitu pemenang pertama dalam sayembara oleh Dewan
Kesenian Jakarta, 1998 serta penghargaan The Prince Claus Prize di tahun 2000
dari negeri Belanda. Apa yang menjadi warna baru dalam dunia sastra Indonesia
oleh karya Ayu Utami ini mendobrak ketabuan dalam norma penulisan, salah
satunya adalah kata-kata seperti orgasme, masturbasi, organ kelamin, dan kondom
disebutkan berkali-kali. Ayu Utami menyelesaikan S1-nya di Fakultas Sastra
Universitas Indonesia. Anak bungsu dari 5 bersaudara ini memilih menjadi
penulis. Ia juga sebelumnya berkarir di dunia jurnalistik (sampai sekarang?).
Media tempat ia berkarir antara lain Majalah Forum Keadilan, MATRA, KALAM dan
salah satu pendiri Aliansi Jurnalistik Independen (AJI). Ayu Utami merupakan salah satu pengarang wanita yang
dinobatkan sebagai pemenang pertama dalam Sayembara Mengarang Roman Dewan
Kesenian Jakarta.
4.
Waktu Penciptaan
Kemunculan
novel Saman menjelang saat-saat jatuhnya rezim Soeharto pada tahun
1998, buku ini juga merupakan karya pertama
dari Ayu Utami yang diikutsertakan dalam lomba sayembara novel yang diadakan
dewan kesenian Jakarta.
5.
Sejarah Terciptanya
Novel ini sempat menghebohkan dunia sastra Indonesia karena
isinya yang dianggap kontroversial, mendobrak berbagai tabu di Indonesia baik
mengenai represi politik, intoleransi beragama, dan seksualitas perempuan. Ada
pihak-pihak yang mengkritik novel tersebut karena dianggap terlalu berani dan
panas dalam membicarakan persoalan seks. Banyak pula yang memujinya karena
penggambaran novel tersebut apa adanya, polos, tanpa kepura-puraan.
Di tengah kontroversi itu, Saman berhasil
mendapat penghargaan Dewan Kesenian Jakarta 1998. Ketika pertama kali terbit, Saman
dibayangkan sebagai fragmen dari novel pertama Ayu Utami yang akan
berjudul Laila Tak Mampir di New York. Pada tahun 2000, novel Saman
mendapatkan penghargaan bergengsi dari negeri Belanda yaitu Penghargaan Prince
Clause Award. Suatu penghargaan yang diberikan kepada orang-orang dari
dunia ketiga yang berprestasi dalam bidang kebudayaan dan pembangunan. Novel
tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dengan judul Samans Missie,
yang diluncurkan di Amsterdam pada 9 April 2001 dan dihadiri sendiri oleh Ayu
Utami.
6.
Sinopsis
Dalam penceritaannya, novel ini
awalnya menggambarkan tentang konflik atau pertikaian yang terjadi pada suatu
keadaan di pertambangan minyak bumi antara Rosano yang menjadi kepala
pengeboran dan Sihar yang tentu menjadi bawahannya. Sihar membeci Rosano karena
kesok tahuan akan hal yang berujung dengan kecelakaan dalam bekerja dan meminta
korban nyawa. Sedangkan tokoh utama dalam novel ini adalah Saman. Saman sendiri
di gambarkan dalam pencertiaannya sebagai orang yang sangat religius, pekerja
keras dan lebih mementingkan kepentingan bersama. Dalam novel ini kiranya
banyak juga mengupas tentang hubungan badan di antara tokoh-tokohnya. Ada hal
yang membuat laila ingi pergi bersama sihar ke New york. Yah, di sana karena
adat budayanya sedikit berbeda dengan budaya indonesia di mana hubungan badan
bila ke dua orang saling suka maka dalam tanda kutip bebas melakukannya tanpa
menikah terlebih dahulu.”Barang kali saya sudah letih dengan segala yang
menghalangi hubungan kami di indonesia. Capek dengan nilai-nilai yang kadang
menjadi teror. Saya ingin pergi dari itu semua, dan memberikan hal-hal yang
kami inginkan terjadi. Mendobrak yang selama ini menyekat hubungan saya dengan
sihar. Barangkali.” (Hal. 29), Dan dengan menggebu-gebunya, serasa laila ingin
sekali bercinta dengan sihar.
Tapi dalam pertengahan ceritanya.
Tapi dalam pertengahan ceritanya.
Novel ini akan mengupas tentang bagai mana penindasan orang yang
lebih tinggi derajatnya dalam ukuran uang terhadap kaum yang di anggap orang
bawahan. Dalam hal inilah tokoh Athanasius Wisanggeni yang tak lain adalah Saman
muncul sebagai orang yang membela hak-hak orang yang tertindas. Saman sendiri
adalah orang yang menggerakan mata masyarakat akan perlunya sebuah keadilan
yang harus di tegakan, walau bagai mana derajat orang itu kalau memang salah,
ya harus di hukum. Saman sendiri adalah mantan seorang pastor yang sekarang
berubah karena hawa nafsu manusia yang ada di tubuhnya kembali tumbuh. Novel
karya Ayu Utami ini kental sekali dengan hubungan seks bebas dengan banyaknya
penggunaan kata-kata cukup mencengangkan dalam telinga penulis. Seakan ingin
menampilkan hal-hal yang sarat akan hubungan badan antara manusia. Seperti yang
penulis kutip berikut ini “Dan aku menamai keduanya puting karena merupakan
ujung busung dadamu. Dan aku menamainya kelentit karena serupa kontol yang
kecil”.(hal. 198). Inilah yang membuat penulis tercengang, mengapa tulisan ini
bisa tercantumkan di dalam sebuah novel. Mungkin inilah salah satu daya tarik
pengarang dalam menyajikan sebuah karya agar para pembacanya lebih tertarik
untuk membacanya. Dan Ayu Utami secara tidak langsung mungkin ingin menjelaskan
bahwa seks yang bisa merusak masa depan dan nama baik keluarga, Seperti tokoh
Cok “Akhirnya sepucuk surat datang dari Cok, begini kutipannya: Tala yang baik…
Mama dan papah menemukan kondom dalam tasku.. aku Cuma tulis surat ini kepada
mu. Soalnya, yasmin dan laila bakal shock mendengar ini. Jangan-jangan nanti
mereka tidak mau kenal lagi dengan aku”… Lebih dari itu penulis nampaknya
kurang paham dengan keadaan saman sendiri. Kita bisa melihat bagai mana kalimat
yang ada di awal novel merupakan awal yang membingungkan karena kemana
pengarang akan membawa cerita ini. Tapi memang tutur bahasa dalam awal novel
ini cukup menarik, “Di taman ini, saya adalah seekor burung. Terbang
beribu-ribu mil dari sebuah negeri yang tak mengenal musim, berimigrasi mencari
semi, tempat harum rumput bisa tercium, juga pohon-pohon yang tak pernah kita
tahu namanya, atau umurnya”(Hal. 1). Selebih itu sekiranya pengarang
menggunakan bahasa yang sangat terbuka yang seperti tadi saya kutip di atas.
Disini juga pengarang menceritakannya lengkap dengan tanggal sebagai waktu yang
di gunakan sebagai suatu kejadian. Dan pada akhir novel ini terdapat kegiatan
surat menyurat antara Saman dengan Yasmin karena jarak yang memisahkan mereka
berdua. Antara New York dan jakarta. Dan lengkap pula dengan penanggalan
waktunya.
B.Unsur Intrinsik
1.Tema :Pemberontakan
2.Tokoh
a)
Tokoh protagonis : Saman, karena Saman sangat
memperhatikan rakyat kecil
b)
Tokoh Antagonis : Rosano, karena Rosano merupakan tokoh
yang menyebabkan
c)
Tritagonis :Shakuntala, karena Shakuntala merupakan teman Laila yang
membuka apartemenya untuk teman-temanya yang sedang ke Amerika.
Tokoh yang lainya itu ada, Laila, Sihar, Yasmin, Cok dan yang
lainya.
3.Perwatakan
Pengarang tidak secara langsung menggambarkan
watak tokoh-tokohnya. Sehingga dalam membaca novel ini para pembaca
harusmemahami karakter tokoh-tokohnya melalui keadaan sang tokoh, jalan
pikiransang tokoh dan lain-lain. Berikut merupakan watak-watak beberapa tokoh antaralain.
a) Saman : baik, pemikir, seorang yang
berkepala dingin, lebih mementingkanorang lain, terkadang sulit untuk menjauhi
hawa nafsu, memperhatikan sekitarnya, dan ramah.
b) Laila : baik, rela berkorban demi
cinta, setia, rendah hati, suka berkhayal.
c) Sihar : baik, setia kawan,
tegas terhadap apapun kecuali cinta, pintar, tidak tahan godaan dan berwibawa.
d) Rosano : egois, tidak bisa
mendengarkan nasihat orang lain.
e) Yasmin : pintar, cantik, baik, suka
berselingkuh.
f) Cok : baik, jujur, apa adanya,
senang berfoya-foya.
4.Alur
Cerita
Pengarang
menggunakan alur gabungan yang diawalidengan maju kemudian mundur
kembali ke masa lalu, lalu maju lagi ke masadepan dan mundur lagi ke cerita
masa lalu kemudian maju lagi ke masa depanDan novel ini memiliki komposisi cerita
yang bagus.
5.
Latar
Pengarang mengambil latar pada abad ke-20 saat-saat akhir
orde baru, dan Saman ini juga mengambil tewmpat di Indonesia yang
pemerintahannyadikepalai oleh Presiden Soeharto. Suasana dan peristiwa-peritiwa
yangdiberikan dalam novel ini sama dan
menyerupai keadaan pada masa yang sesungguhnya.
6.Sudut Pandang
Pengarang menggunakan gaya aku tetapi akunya bukanaku si
pengarang tetapi akunya si tokoh. Sehingga pengarang tidak memegangperanan yang
penting dalam novel ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar